1.
Periode Pranikah
Seorang muslimah memiliki kewajiban pertama yaitu pada dirinya
sendiri. Kewajiban kepada diri sendiri di antaranya yaitu menjalankan kewajiban
utama kita sebagai hamba Allah dengan menjaga dan mensyukuri apa yang Allah
berikan kepada kita. Setelah menjalankan kewajiban utama kepada diri sendiri,
peran seorang muslimah sebelum menikah yaitu sebagai anak. Maka dari itu,
kewajiban muslimah yang kedua pada periode pranikah adalah kepada orang tuanya.
Pada perode inilah seorang muslimah memiliki kewajiban utamanya
yaitu birrul walidain (berbakti kepada
orang tua), karena seorang musimah masih menjadi tanggung jawab penuh walinya
(Ayahnya) sebelum muslimah itu menikah. Kita patut bersyukur kepada Allah
karena dilahirkan dari orang tua yang beragama islam. Berbeda dengan
perjuangannya Nabi Ibrahim, yang harus berdakwah kepada ummatnya sedangkan
ayahnya adalah seorang pembuat patung berhala. Ayah Nabi Ibrahim adalah seorang
kafir penyembah berhala, sedangkan Nabi Ibrahim saat itu sudah mengakui adanya
Allah, satu-satunya Tuhan yang wajib disembah. Sebagai seorang anak, Nabi
Ibrahim pun berusaha menjadi anak yang berbakti kepada orang tuanya dengan
mendoakan ayahnya tetapi tidak mengikuti keyakinan ayahnya tersebut. Selain
itu, kita pun mempunyai teladan paling mulia yaitu nabi Muhammad saw. dalam
berbakti kepada orang tuanya yaitu ibu, kakek, paman, dan kerabatnya. Orang tua
yang utama memang ayah dan ibu, tetapi orang-orang selainnya yang telah merawat
kita semenjak kecil, mereka juga disebut orang tua. Nabi Muhammad saw. saat
anak-anak sudah bekerja keras membantu paman dan bibinya menggembala kambing,
bahkan sering ikut berdagang.
Kewajiban utama anak terhadap orang tuanya ada 4, yaitu membantu
pekerjaannya, merawat orang tuanya saat sakit dan tua, mendoakannya, dan
menunaikan janji orang tua. Pertama, seorang anak yang masih tinggal bersama
orang tuanya wajib membantu orang tuanya di rumah. Hal yang paling sederhana
adalah melakukan sendiri kewajiban-kewajibannya di rumah, seperti merapihkan
kamar tidurnya sendiri, menyiapkan keperluan sekolahnya sendiri, dan menjaga
barang-barang miliknya. Jika anak sadar dan melakukan tiga hal sederhana
tersebut, pekerjaan orang tua di rumah akan semakin ringan. Alangkah baiknya
lagi jika kita bisa membagi waktu kita di rumah untuk meringankan pekerjaan
yang lain, seperti menyapu, mencuci, atau memasak.
Kedua, seorang anak wajib merawat orang tuanya saat sakit. Saat
kita masih bayi, orang tua sampai tidak tidur untuk merawat kita ketika sakit.
Apakah sekarang setelah kita dewasa, orang tua kita sakit, kita titipkan mereka
di rumah sakit dan membiarkan dokter atau orang lain yang merawatnya? Orang tua
yang sedang sakit sangat menginginkan kehadiran dan perhatian anak-anaknya,
bukan sekedar kesembuhan dari sakitnya. Terlebih lagi jika orang tua kita nanti
telah lanjut usia. Jangan sampai kita menyia-nyiakan orang tua kita saat mereka
telah lanjut usia, karena mereka tidak pernah menyia-nyiakan kita saat kita masih
dalam gendongannya dulu.
Ketiga adalah mendoakan orang tua, baik yang masih hidup maupun
yang telah meninggal dunia. Di dalam sholat kita, ada satu doa wajib yang kita
haturkan kepada Allah, yaitu doa untuk orang tua. Doa adalah wujud bakti anak
yang paling mudah dilakukan. Namun, berdoanya harus dengan tulus ikhlas, karena
syarat dikabulkannya doa adalah dengan ketulusan dan keikhlasan karena Allah.
Selain berdoa untuk kebaikan orang tua, kita juga berkewajiban untuk memintakan
ampunan atas dosa dari orang tua.
Keempat, menunaikan janji kedua orang tua. Dalam hadits riwayat
Imam Bukhori, seorang wanita datang kepada nabi Muhammad saw. lalu bertanya,
“Ibuku pernah bernadzar untuk menunaikan ibadah haji, tetapi meninggal sebelum
menunaikannya. Apakah aku harus berhaji untuknya?” Nabi saw. menjawab, “Ya,
berhajilah untuknya. Bukankah engkau mengetahui bahwa ibumu mempunyai hutang,
engkau yang akan membayarnya? Tunaikanlah hajinya, karena itu adalah hak
Allah.” Janji orang tua yang baiklah yang harus ditunaikan, jika janji atau
keinginan orang tua itu tidak sesuai syariat islam, kita tidak perlu
melakukannya.
Selain keempat itu, kita pun berkewajiban untuk berbuat baik dan
menyambung silaturrahmi kepada kerabat dan orang-orang yang dekat dengan orang
tua kita. Menyambung silaturrahmi itu termasuk dalam wujud kita berbakti kepada
orang tua. Nabi Muhammad saw. bersabda, “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia menyambung silaturrahmi.”(H.R. Bukhori)
2.
Periode Menikah
Ketika seorang muslimah telah menikah, bukan berarti
kewajibannya terhadap orang tua itu ditinggalkan, tetapi kewajibannya akan
bertambah ketika muslimah itu masuk masa menikah. Setelah menikah, seorang
muslimah mempunyai kewajiban kepada suami, anak, dan keluarga suami. Banyak
keutamaan muslimah yang telah menikah, salah satunya adalah mendapat ridho
Allah. Ridho Allah kepada seorang muslimah yang belum menikah adalah bergantung
pada ridhonya orang tua, setelah menikah ridho Allah kepada seorang muslimah
bergantung pada ridho suaminya. Ridho Allah itu akan didapatkan seorang
muslimah jika ia taat dalam hal kebaikan kepada suami, maka balasannya adalah
memasuki Surga dari pintu manapun yang dia kehendaki. Sabda Rasulullah saw.
“Jika seorang wanita sholat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, dan taat
kepada suaminya, dia berhak masuk Surga dari pintu manapun.”
Keutamaan berikutnya adalah mendapatkan ampunan dari Allah. Dari
hadist diriwayatkan, “Saat itu burung-burung di udara, hewan di lautan, dan
para Mailaikat memohon ampunan kepada Allah bagi wanita yang taat kepada suaminya
dan suaminya ridho kepadanya.”
Seorang muslimah mendapatkan banyak pahala saat mengandung,
merawat, dan membesarkan anak-anaknya. Saat muslimah mempunyai anak, kewajiban
utama seorang muslimah (ibu) adalah mendidik anak-anaknya dengan pendidikan terbaik
dan akhlak yang mulia. Di Akherat nanti, kita sebagai orang tua akan diminta
pertanggungjawabannya atas amanah berupa anak yang merupakan titipan Allah,
apakah kita telah mendidiknya di jalan Allah atau tidak.
Kewajiban yang terakhir adalah kepada keluarga suami. Menikah
bukan hanya menyatukan dua orang, tetapi lebih dari itu yaitu menyatukan dua
keluarga. Sebagai seorang muslimah, kita harus mengenali keluarga kita sendiri
dan jika sudah menikah kita juga harus mengenal keluarga suami. Tentunya tidak sebatas
mengenal saja, tetapi harus berbuat baik dan menjaga silaturrahmi karena hak
keluarga suami sama dengan hak keluarga kita sendiri. Wallahua’lam bishshawab.
hmmmm.......bagus
BalasHapustengkyuh,hihhii
BalasHapus