Jumat, 13 Juli 2012

(Peri Kamboja dalam Bahasa Indonesia)

Ilustrasi (runadabooks.com)
Peri Kamboja
Menolong Kerajaan Kurcaci
Pengarang: K. Usman
            Peri Kamboja terbang di antara daun-daun yang rimbun. Di bawah sana, di jalan yang lebar, para kurcaci berbaris rapi.
            “Satu-dua! Satu-dua!”
            Para kurcaci itu berjalan sambil bernyanyi. “Cepatlah datang musim bunga. Musim yang indah untuk kita semua”
            Kurcaci Kuning berjalan paling depan. Dia melihat bunga kamboja mekar di tepi jalan. “Lihat bunga itu! Mahkota bunganya bagus sekali, bentuknya seperti terompet. Baunya pun harum menyegarkan.”
            “Ayo kita petik bunga itu!” ajak Kurcaci Hitam.
            “Untuk apa?” kata Kurcaci Oranye menyepelekan. “Itu hanya bunga kuburan. Hiiiyy...serem!” lanjutnya sambil meringkuk berpura-pura ketakutan. Kurcaci lain tersenyum melihatnya.
            Tapi Kurcaci Putih berkata, “Tidak selalu bunga kamboja dijadikan peneduh kuburan. Kamboja bisa juga di tanam di halaman rumah dan di taman-taman kota. Sebab, bunganya sangat cantik dan indah.”
            Peri Kamboja masih  terbang di atas para kurcaci. Dia menyelinap di antara daun-daun. Dia bisa mendengar dengan jelas perkataan para kurcaci itu. Apakah Peri Kamboja marah karena bunga kamboja disebut sebagai bunga kuburan? Tidak! Peri Kamboja tidak marah, bahkan merasa senang dan bangga.
***
            Para peri bunga sedang berkumpul di bawah batang pohon kemuning.
            “Mari kita berlomba menampung gerimis,” ajak Peri Cempaka Kuning.
            “Ide yang bagus,” jawab Peri Sedap Malam.
            “Tapi, bagaimana caranya?”
            “Kita mengumpulkan air gerimis yang masih di udara. Bukan mengambil air yang sudah jatuh ke tanah atau di atas daun-daun,” jelas Peri Cempaka Kuning. “Nah, yang paling banyak mengumpulkan air, dia pemenangnya.”
            “Menarik sekali,” jawab Peri Sedap Malam.
            “Ayo, segera kita mulai!”
            “Tapi, kita belum punya juri,” kata Peri Cempaka.
            “Bagaimana kalau kita angkat Burung Beo sebagai juri?” tanya Peri Kenanga. Peri bunga yang lain tertawa mendengarnya.
            “Ha-ha-ha... . Hi-hi-hi... .”
            “Burung Beo suka meniru. Bagaimana dia bisa menjadi juri?” tanya mereka.
            “Benar juga, ya? Orang yang suka meniru mudah dipengaruhi orang lain.”
            “Kita bisa memilih Ratu Lebah Madu untuk menjadi juri,” usul Peri Mawar. Semua peri bunga langsung setuju.
            Tiba-tiba, Peri Sedap Malam menyadari bahwa ada peri yang tidak hadir. “Di mana Peri Kamboja?” tanyanya. Peri bunga yang lain baru menyadari hal itu. “Mungkin dia masih sibuk berdandan,”kata Peri Mawar.
            “Kurang seru kalau peserta lomba tidak lengkap,” kata Peri Kenanga. “Sebaiknya kita pergi ke rumah Peri Kamboja. Kita ajak dia mengikuti lomba.”
            Peri bunga segera terbang menuju rumah Peri kamboja. Mereka terbang sambil bernyanyi, “Di langit banyak awan. Putih seperti sisik ikan.”
            Setibaya di rumah Peri Kamboja, mereka terkejut. Peri Kamboja sedang bertengakar dengan Kurcaci Hitam.
            “Mengapa kau rontokkan bungaku?” katanya.
            “Aku hanya memetik sekuntum, kok!” jawab Kurcaci Hitam.
            “Tapi kau tidak meminta izin lebih dulu,” kata Peri Kamboja.
Peri Mawar mencoba melerai pertengkaran. “Bertengkar itu tidak baik. Mengapa kalian tidak berdamai saja? Kalau mengambil sesuatu memang harus ijin.”
            Kurcaci Hitam menyadari kesalahannya dan meminta maaf. Lalu, Peri mawar menjelaskan pada Peri Kamboja bahwa memberikan maaf kepada orang lain adalah perbuatan baik. Peri Kamboja mengerti. Dia bersedia memaafkan Kurcaci Hitam.
            “Sekarang kita berlomba menampung gerimis. Bagaimana?” tanya Peri Mawar.
            Peri Kamboja tertarik untuk mengikutinya. Tapi, Kurcaci Hitam menolaknya.
            “Lomba menampung gerimis kurang seru,” kata Kurcaci Hitam.

...bersambung..(^.^)

1 komentar: