Jumat, 16 Oktober 2009

MSG Ancam Kesehatan

Pernahkah Anda membaca “glutamate” pada komposisi suatu makanan instant? Atau Anda pernah memasak suatu jenis makanan, kemudian Anda memberi “penyedap rasa’ dengan tujuan masakan Anda menjadi lebih gurih dan lezat? Zat apakah yang terkandung dalam penyedap rasa sehingga masakan Anda menjadi gurih dan lezat?

Mono Sodium Glutamate (MSG) atau penyedap rasa dengan rumus kimia HCOCCH (NH2)2 COONa merupakan hasil campuran antara asam glutamate dengan natrium hidroksida. Bahan terpenting dalam pembuatan MSG adalah asam glutamate yang berupa asam amino yang membentuk protein. Asam amino diperoleh dari tumbuhan, hewan, minyak bumi atau dibuat secara sintetik (buatan). Ada juga yang menemukan bahwa asam amino berasal dari bahan dasar tumbuh-tumbuhan, yaitu semacam jamur, tebu dan rumput laut. Namun , MSG banyak diproduksi secara sintetik (buatan) karena lebih ekonomis.

Sejarah MSG

Jurnal Chemistry Senses menyebutkan, Mono Sodium Glutamate mulai terkenal tahun 1960-an. Selama berabad-abad orang Jepang mampu menyajkan masakan yang sangat lezat. Rahasianya adalah penggunaan rumput laut bernama Laminaria Japonika. Pada tahun 1908, Kikunae Ikeda, seorang professor di Universitas Tokyo , menyebutkan kunci kelezatannya itu pada kandungan unsure glutamate. Jepang memproduksi aam glutamate melalui ekstraksi dari bahan alamiah. Tahun 1956 mulai ditemukan cara produksi L-glutamic acid melalui fermentasi. L-glutamic acid inilah inti dari MSG, yang berbentuk butiran putih menyerupai garam. Sejak tahun 1963, Jepang dan Korea mempelopori produksi masal MSG yang kemudian berkembang ke seluruh dunia.

Penelitian dan Percobaan MSG pada Hewan

Salah satu sumber dari Jurnal Neurochemistry Internasional melaporkan tentang percobaan MSG yang diperlakukan terhadap bayi tikus, tikus dewasa dan tikus hamil dengan takaran yang sama yaitu sebesar 4 mg/g berat badan tikus.

Ternyata hasilnya cukup mengejutkan setelah dilakukan penelitian dalam kurun waktu tertentu. Pertama, pemberian MSG pada bayi tikus menimbulkan neudegenerasi berupa neuron lebih sedikit dan denrit lebih renggang. Kedua, MSG yang disuntikan terhadap tikus dewasa menimbulkan gangguan pada neuron dan daya ingat. Setelah dilakukan pembedahan, ternyata terjadi kerusakan pada nucleus akuatus di hipotalamus. Ketiga, paeberian MSG pada tikus hamil menunjukan bahwa MSG mampu menembus plasenta dan otak janin menyerap MSG dua kali lebih banyak daripada induknya. Setelah lahir, tikus lebih rentan mengalami kejang daripada induknya.

Riset mengatakan bahwa manusia lima kali lebih sensitive terhadap MSG disbanding tikus, bahkan bayi manusia paling sensitive.

Reaksi MSG dalam tubuh manusia

Dari beberapa sumber yang berpendapat di atas, WHO tidak tinggal diam. Menurut penelitian WHO yang disampaikan pada siding CAC tahun 1970 menyebutkan bahwa MSG aman bagi tubuh apabila dikonsumsi paling banyak 6 mg/kg berat badan manusia dewasa. Apabila berat badan 50 kg, sehari tidak boleh mengkonsumsi lebih dari 2 gram. Sebenarnya bagaimana MSG dapat berdampak buruk bagi tubuh manusia? Adakah manfaatnya bagi tubuh kita?

Pembuatan suatu produk pasti ada manfatnya, begitu juga dengan zat asam glutamate yang yerkandung dalam MSG. Asam Sodium Glutamate dapat menguraikan asam glutamate selama proses pencernaan. Asam glutamate setelah dicerna di lambung dan usus halus kemudian masuk ke otak besar. Asam ini dalam jaringan otak, atas dorongan asam glutamate yang dibantu oleh vitamin B6 bisa berubah menjadi δ (delta)-asam amino butyric yaitu semacam zat pengekang syaraf penyalur dan bersifat menyelaraskan kemampuan kerja otak besar yang normal. Apabila kekurangan zat asam glutamate akan mudah menyebabkan system control syaraf menjadi terlalu tegang, misalnya menimbulkan gejala kepanasan atau kejang-kejang.

Namun, asam glutamate yang berlebihan akan menjadikan δ (delta)-asam amino butyric menjadi berlimpah dan bersifat menghambat syaraf. Jika penghambat syaraf dalam otak terlalu banyak, maka berbagai fungsi syaraf akan berada dalam posisi terkekang atau tegang. Dampak yang ditimbulkan seperti diatas yaitu gejala kepanasan atau kejang-kejang.

Dampak MSG bagi Anak-anak dan Orang Dewasa

Para ahli kesehatan saling mengeluarkan hasil penelitian mereka tenteng masalah ini. Bukan tidak mungkin masing-masing dari mereka menunjukan hasil yang berbeda-beda terhadap dampak buruk MSG. Dalam pembahasan ini disajikan beberapa hasil penelitian para ahli sebagai bahan pengetahuan dan antisipasi bagi kita.

Penelitian dari Tim Riset di Amerika menunjukan bahwa seorang anak yang terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung asam glutamate, maka di bagian otak besarnya yang memproduksi δ (delta), akan menghambat pengeluaran hypothalamic untuk menekan kelenjar thyroxin dan parathyroid melepas hormone. Akhirnya pengeluaran hormone pada kedua kelenjar tersebut berkurang. Kurangnya pengeluaran thyroxin akan berdampak negative bagi pertumbuhan tubuh manusia, sedangkan hormone parathyroid untuk mengatur kalsium darah dan fosfor darah. Jika pengeluaran tidak mencukupi, kalsium dan fosfor yang hilang akan sangat banyak, maka pertumbuhan tulang pada anak-anak dimasa pertumbuahan akan terhambat.

Kelenjar Hypothalamic berperan dalam syaraf pusat sebagai pusat kecerdasan. Sehingga MSG dapat menyebabkan otak tidak terangka, khususnya bagi bagi bayi yang berada di dalam rahim dan pada awal kehidupan. Kerusakan pada koneksi otak dapat mengacaukan hamper semua fungsi otak, dari kendali hormone hingga perilaku dan kecerdasan.

Tahun 1968, muncul laporan di New England Journal of Medicine tentang keluhan beberapa gangguan setelah makan di Restaurant China sehingga disebut “Chinese Restauranr Syndrome”. Sindrom Restauran China ini berupa gejala-gejala seperti sakit kepala, palpilasi (dada berdebar-debar), rasa panas di leher, lengan dan dada, kekakuan otot yang menyebar ke punggung, mual hingga muntah. Namun, kemudian syndrome ini lebih dikenal dengan sebutan “MSG Complex Syndrome”.

Swcara umum MSG aman dikonsumsi, tetapi ada dua kelompok yang menunjukan reaksi terhadap MSG ini. Pertama, kelompok orang yang sensitive atau alergi terhadap MSG yang berakibat munculnya gejala-gejala seperti MSG Complex Syndrome. Kedua, Kelompok penderita asma yang banyak mengeluh karena meningkatnya serangan setelah mengkonsumsi MSG.

Menyadari tingginya konsumsi MSG di wilayah Asia , WHO menggunakan MSG untuk program fortifikasi (pembentengan) vitamin A. Di Indonesia pernah dilakukan pada tahun 1996. Penggunaan MSG ini bias menjadi salah satu pilihan dalam menurunkan garam (sodium) yang berhubungan dengan kejadian hipertensi khususnya pada golongan manula.

Telah dibahas sebelumnya, bahwa MSG mempunyai manfaat di dalam tubuh. Namun, mengapa MSG lebih banyak berdampak buruk? Kita telah mengetahiu bagaimana persaingan pasar. Para produsen berlomba-lomba memasarkan produk mereka dengan harga murah agar konsumen lebih tertarik. Di jaman yang serba susah ini, segala macam hal dilakukan demi mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Tidak jarang dari produsen-produsen makanan menggunakan bahan sintetik (buatan) dari bahan kimia. Hal ini dilakukan karena, sulitnya mencari bahan alami yang ekonomis. Mereka hanya berpikir dampak jangka pendek, tetapi tidak memikirkan dampak jangka panjang yang sangat berpengaruh bagi kesehatan. Selain itu, penelitian hanya dapat dilakukan dalam kurun waktu yang panjang untuk mendapatkan hasil yang sempurna terhadap seberapa besarnya dampak buruk bagi manusia. Sementara itu kita hanya bisa mencontoh dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap hewan.

Beberapa penelitian tentang hal ini masih diliputi kontroversi, ada suatu kekhawatiran bahwa efek MSG memang bersifat lambat bagi manusia. Tidak mengkonsumsi MSG dapat menjadi langkah antisipasi yang lebih baik. Meski begitu, bagi yang sudah terbiasa mengkonsumsi MSG memang tidak mudah, karena ada semacam kecanduan terhadap reseptor di otak pemberi rasa sedap. Hal yang dapat dilakukan yaitu mengurangi takaran seperti yang telah direkomendasikan oleh WHO. Beralih ke panyedap alami atau natural flavoring yang mengandung unsure rempah-rempah, buah-buahan, sayuran, ragi, daun, kulit pohon, kuntum bunga, akar, makanan laut, unggas, telur, daging, produk susu atau produk fermentasi, tentu tidak hanya sebagai penguat rasa atau penyedap rasa, tetapi dapat menjadi sumber gizi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar